Amel's Sharing-Istana adalah tempat impain semua manusia termasuk aku, anak pemimpi yang selalu berandai andai kalau suatu saat aku akan mendapatkan segalanya. Kadang aku bosan melihat semua rutinitas yang kujanani.
Setiap pagi aku harus melihat cangkul dan arit, teman sejak aku kanak kanak, menyusuri sawah, menyebrang sungai dan berhenti di sebuah ladang di balik bukit. Kenapa harus aku? Kenapa harus melewati 15 tahun dengan kehidupan yang seperti ini? Aku pun ingin sama dengan mereka.
Lamunanku terhenti ketika suara kerangjang rotan dilempar di depan ku, aku tersontak kaget. Buyar semua lamunanku dan asaku. Sosok di depanku kini mulai mengangkat tangan di pinggangnya, tanda ia tak menyukai tingkahku.
“Kamu niat kerja ga Sri? Sudah Jam berapa ini? Lihat itu truk truk sudah berjejer menunggu panen jangung, kok kamu malah enak enakan duduk begitu? Mau saya pecat kamu hah?” suara pria kumis itu bak petir yang membelah hari ini.
Semua orang menatapku. Ak bergetar ketakutan.
“Maaf Pak Tarjo, sa…saya capek sekali…maka nya saya duduk sebentar” ucapku mencoba membela diri
“heh, kamu tuh buruh Sri, kejaan mu yang memang bikin capek, semua orang juga tau kalo buruh iru kerjaan nya berat, kalo mau enak maka nya jadi bos”
“iya pak mandor, maafkan saya, saya janji ga akan mengulangi nya lagi, saya minta maaf…”
“ah, enak enakan duduk kok Cuma minta maaf, dasar pemalas!. Dengar ya Sri, upah kmu hari ini saya potong lima ribu!!!”.
Deg. Lima ribu? Aku sangat kaget. Lima ribu sangatlah berarti buatku, buat keluargaku. Lima ribuuntuk beli setengah liter beras. Lima ribu untuk membeli lauk.lima ribu untuk menyicil tagihan listrik ibu. Lima ribu untuk tambahan dagarngan bapak. Lima ribu untuk…..
Jantung dan badan ini seakan lumpuh seketika, membayangkan betapa berartinya uang lima ribu itu. Aku harus menghabiskan setengah rai untuk mendapatkan uang itu, melewati sawah, menyebrangi sungai, menaiki bukit….ah….lima ribu.
Langkahku tergontai, memikirkan apa yang harus aku sampaikan ke bapak ibuku? Hanya selembar uang lima ribu di tanganku. Harus bagaimana? Apakah besok harus tidak makan atau tidak member tambahan modal ke bapak?
Tiba tiba aku tersungkur di sawah, musim hujan membuat jalan di sawah sangat becek dan berlumpur.tiba tiba aku mendengar suara di sebrang sana tertawa
“Sri…sri…udah tau sawah itu becek, jalan pake mata jangan pandengin duit terus, ga bakalan nambah juga” tukas Imah.
Aku hanya diam menatap wajahnya, ingin aku katakan kalau dia tak mengerti apa yang kufikirkan, ia hanya tahu apa yang dilihatnya saja tanpa mau tau apa penyebabnya.
Aku terus memandangi wajahnya, Imah temanku waktu smp, ia meneruskan ke jenjang berikutnya sedangkan aku? Ah…bermimpi pun aku tak berani, hanya untuk seliter beras saja aku harus belajar mati-matian
(bersambung)
0 komentar:
Posting Komentar